Sangkuriang dan Dayang Sumbi: Dialog Naskah Drama Legenda Jawa yang Mengharukan
[FULL] Dialog Naskah Drama Legenda Sangkuriang Bahasa Jawa: Kisah Cinta Terlarang yang Menciptakan Gunung Tangkuban Perahu
Legenda Sangkuriang adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari Jawa Barat. Cerita ini menceritakan kisah cinta terlarang antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi, yang ternyata adalah ibu dan anak. Cerita ini juga menjelaskan asal-usul terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, yang konon merupakan perahu yang dibalikkan oleh Sangkuriang karena marah kepada Dayang Sumbi.
[FULL] dialog naskah drama legenda sangkuriang bahasa jawa
Berikut adalah [FULL] dialog naskah drama legenda Sangkuriang bahasa Jawa yang diadaptasi dari berbagai sumber . Naskah drama ini dibagi menjadi tiga babak, yaitu babak pertama yang menceritakan pertemuan Dayang Sumbi dan Tumang, babak kedua yang menceritakan perpisahan Dayang Sumbi dan Sangkuriang, dan babak ketiga yang menceritakan pertemuan kembali Dayang Sumbi dan Sangkuriang.
Babak Pertama
Latar: Hutan di Jawa Barat
Tokoh: Dayang Sumbi, Tumang (anjing hitam), Sangkuriang (anak Dayang Sumbi dan Tumang)
Narator: Suatu hari, Dayang Sumbi yang merupakan putri Prabu Tapa Agung sedang berburu di hutan. Dia membawa anjing hitam kesayangannya bernama Tumang. Namun, saat berburu, dia kehilangan susuk atau jarum pentulnya.
Dayang Sumbi: (sambil mencari-cari susuknya) Aduh, susukku ilang. Susuk ini kan pemberian ayahanda. Kalau sampai hilang, pasti ayahanda marah. Aku harus menemukannya.
Tumang: (menggonggong)
Dayang Sumbi: Apa, Tumang? Kamu tahu di mana susukku?
Tumang: (menggonggong lagi sambil menunjuk ke arah semak-semak)
Dayang Sumbi: Di situ? Ayo kita lihat. (berjalan ke arah semak-semak)
Narator: Dayang Sumbi dan Tumang mendekati semak-semak. Di sana mereka melihat seekor anjing hitam lain yang sedang mengunyah sesuatu.
Dayang Sumbi: Heh, anjing apa kamu? Kenapa kamu mengunyah sesuatu di situ? Apa itu susukku?
Anjing Hitam: (menggeram)
Dayang Sumbi: Awas kamu! Lepaskan susukku sekarang juga! Kalau tidak, aku akan menghajarmu! (mengambil tongkat dan mengayunkannya ke arah anjing hitam)
Anjing Hitam: (menjauh sambil membawa susuk)
Dayang Sumbi: Dasar anjing nakal! Kembalikan susukku! (mengejar anjing hitam)
Tumang: (mengikuti Dayang Sumbi)
Narator: Dayang Sumbi dan Tumang mengejar anjing hitam sampai ke pinggir sungai. Di sana mereka melihat anjing hitam berubah menjadi seorang pemuda tampan.
Dayang Sumbi: (terkejut) Astaga! Kamu siapa? Bagaimana bisa kamu berubah menjadi manusia?
Pemuda: (tersenyum) Aku adalah Tumang, anjing hitam kesayanganmu.
Dayang Sumbi: Tumang? Anjingku? Bagaimana mungkin?
Pemuda: Aku sebenarnya bukan anjing biasa, tapi putra Dewa Batara Guru yang dikutuk menjadi anjing karena melanggar perintah ayahku. Aku hanya bisa kembali menjadi manusia jika aku menemukan cinta sejatiku.
Dayang Sumbi: Lalu, kenapa kamu mencuri susukku?
Pemuda: Aku mencuri susukmu karena aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali melihatmu. Aku ingin membuatmu mengejarku dan berbicara denganku.
Dayang Sumbi: (tersipu) Oh, begitu. Aku juga merasakan sesuatu saat melihatmu. Kamu sangat tampan dan gagah.
Pemuda: Benarkah? Apakah kamu mau menerimaku sebagai pasangan hidupmu?
Dayang Sumbi: (mengangguk) Ya, aku mau. Aku juga mencintaimu.
Narator: Dayang Sumbi dan Tumang pun saling berpelukan dan berciuman. Mereka kemudian menikah dan tinggal di sebuah gubuk di pinggir hutan. Tak lama kemudian, Dayang Sumbi hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang.
Babak Kedua
Latar: Gubuk di pinggir hutan
Tokoh: Dayang Sumbi, Tumang, Sangkuriang (anak Dayang Sumbi dan Tumang)
Narator: Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan perkasa. Dia gemar berburu di hutan bersama ayahnya, Tumang. Suatu hari, Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk membunuh seekor babi hutan untuk dimasak.
Dayang Sumbi: Nak, ibu ingin memasak babi hutan hari ini. Bisakah kamu berburu dan membawanya pulang?
Sangkuriang: Baiklah, ibu. Aku akan berburu bersama ayah. (memanggil) Ayah, ayo kita berburu!
Tumang: (menggonggong)
Dayang Sumbi: Hati-hati ya, nak. Jangan sampai terluka.
Sangkuriang: Tenang saja, ibu. Aku dan ayah pasti bisa menyelesaikan tugas ini. (berlalu bersama Tumang)
Narator: Sangkuriang dan Tumang pun pergi berburu ke hutan. Mereka mencari-cari jejak babi hutan di antara pepohonan. Namun, mereka tidak menemukan satupun babi hutan yang bisa diburu.
Sangkuriang: Aneh, kok tidak ada babi hutan di sini? Padahal biasanya banyak sekali.
Tumang: (menggonggong)
Sangkuriang: Apa? Kamu melihat sesuatu? Di mana?
Tumang: (menggonggong lagi sambil menunjuk ke arah sebuah gua)
Sangkuriang: Di situ? Ayo kita lihat. (berjalan ke arah gua)
Narator: Sangkuriang dan Tumang mendekati gua. Di sana mereka melihat seekor burung merak yang sedang tidur.
Sangkuriang: Wah, lihat itu! Burung merak! Bulunya pasti indah sekali.
Tumang: (menggeram)
Sangkuriang: Apa? Kamu tidak mau menyerangnya? Kenapa?
Tumang: (menggeram lagi)
Sangkuriang: Ah, tidak apa-apa. Aku bisa menyerangnya sendiri. Kamu tunggu di sini saja. (mengambil panah dan busur)
Narator: Sangkuriang pun menembakkan panahnya ke arah burung merak. Namun, burung merak itu ternyata bukan burung biasa, tapi Dewi Sri yang sedang berubah wujud. Dewi Sri marah karena panah Sangkuriang mengenai sayapnya.
Dewi Sri: (terbangun dan berteriak) Aduh! Siapa yang berani menembakku? (melihat Sangkuriang) Kamu? Kamu anak siapa?
Sangkuriang: (kaget) Astaga! Kamu bukan burung merak? Kamu siapa?
Dewi Sri: Aku adalah Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran. Aku sedang beristirahat di sini dalam wujud burung merak. Tapi kamu malah menembakku dengan panahmu.
Sangkuriang: Maafkan aku, Dewi Sri. Aku tidak tahu kalau kamu adalah dewi. Aku hanya ingin berburu untuk ibuku.
Dewi Sri: Berburu untuk ibumu? Siapa ibumu?
Sangkuriang: Ibumu adalah Dayang Sumbi, putri Prabu Tapa Agung.
Dewi Sri: Dayang Sumbi? Aku kenal dia. Dia adalah sahabatku. Tapi kenapa dia tinggal di gubuk di pinggir hutan bersama anjing hitam?
Sangkuriang: Anjing hitam itu adalah ayahku, Tumang. Dia sebenarnya adalah putra Dewa Batara Guru yang dikutuk menjadi anjing. Dia bisa kembali menjadi manusia jika dia menemukan cinta sejatinya.
Dewi Sri: (terkejut) Apa? Ayahmu adalah Tumang? Dan ibumu adalah Dayang Sumbi? Kamu tahu apa artinya itu?
Sangkuriang: Apa maksudmu?
Dewi Sri: Itu artinya kamu adalah hasil dari hubungan terlarang antara ibu dan anak! Itu dosa besar! Kamu harus segera meninggalkan mereka!
Narator: Dewi Sri pun memberitahu Sangkuriang tentang asal-usulnya yang sebenarnya. Dia juga memberitahu bahwa Dayang Sumbi dan Tumang adalah kakak beradik yang terpisah sejak kecil. Mereka tidak tahu bahwa mereka masih memiliki hubungan darah.
Sangkuriang: (terkejut dan sedih) Apa? Aku tidak percaya! Bagaimana bisa ini terjadi? Aku sangat mencintai ibu dan ayahku.
Dewi Sri: Percayalah, ini adalah kebenaran. Kamu harus pergi dari sini dan mencari jodoh yang lain. Jangan pernah kembali lagi ke sini.
Sangkuriang: Tapi, bagaimana dengan ibuku? Dia pasti akan sedih jika aku pergi.
Dewi Sri: Jangan khawatir, aku akan menjaga ibumu. Aku akan memberinya kebahagiaan yang sebenarnya. Sekarang pergilah, sebelum terlambat.
Sangkuriang: Baiklah, jika itu yang terbaik. Selamat tinggal, Dewi Sri. Selamat tinggal, ibu. Selamat tinggal, ayah. (meninggalkan gua)
Narator: Sangkuriang pun pergi meninggalkan hutan dan keluarganya. Dia merasa sangat sedih dan bingung. Dia tidak tahu kemana dia harus pergi dan apa yang harus dia lakukan.
Babak Ketiga
Latar: Gubuk di pinggir hutan
Tokoh: Dayang Sumbi, Tumang, Sangkuriang (anak Dayang Sumbi dan Tumang)
Narator: Beberapa tahun kemudian, Dayang Sumbi masih tinggal di gubuk di pinggir hutan bersama Tumang. Dia merindukan Sangkuriang yang pergi tanpa kabar. Dia tidak tahu bahwa Sangkuriang adalah anaknya yang terlarang. Dia juga tidak tahu bahwa Dewi Sri telah memberinya kekuatan untuk tetap awet muda dan cantik.
Dayang Sumbi: (sedih) Sudah lama sekali aku tidak melihat Sangkuriang. Aku kangen sekali padanya. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sudah menikah? Apakah dia masih ingat padaku?
Tumang: (menggonggong)
Dayang Sumbi: Aku tahu, Tumang. Kamu juga merindukannya. Kamu juga sayang padanya. Tapi, apa daya? Dia sudah pergi dan tidak kembali lagi.
Tumang: (menggonggong lagi)
Narator: Tiba-tiba, mereka mendengar suara orang yang mendekat. Mereka melihat seorang pemuda yang tampan dan gagah berjalan menuju gubuk mereka. Pemuda itu ternyata adalah Sangkuriang yang sudah dewasa.
Sangkuriang: (berhenti di depan gubuk) Permisi, apakah ada orang di sini?
Dayang Sumbi: (terkejut dan senang) Sangkuriang! Kamu kembali! Aku sangat senang melihatmu!
Sangkuriang: (bingung) Maaf, apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Aku tidak mengenalimu.
Dayang Sumbi: (tersadar) Oh, maaf. Aku salah orang. Aku kira kamu adalah seseorang yang aku kenal.
Sangkuriang: Tidak apa-apa. Namaku Sangkuriang. Aku sedang berkelana mencari jodoh. Bolehkah aku berteduh di sini sebentar?
Dayang Sumbi: Tentu saja. Silakan masuk. Namaku Dayang Sumbi. Aku tinggal di sini bersama anjingku, Tumang.
Sangkuriang: Terima kasih. (masuk ke gubuk)
Narator: Sangkuriang pun masuk ke gubuk Dayang Sumbi dan Tumang. Dia merasa ada sesuatu yang familiar dengan tempat itu. Dia juga merasa ada sesuatu yang menarik dengan Dayang Sumbi.
Sangkuriang: (berpikir) Tempat ini terasa seperti rumahku. Aku merasa pernah tinggal di sini. Dan wanita ini terlihat seperti ibuku. Aku merasa pernah melihatnya.
Dayang Sumbi: (berpikir) Pemuda ini terlihat seperti Sangkuriang. Aku yakin dia adalah anakku yang hilang. Tapi, bagaimana bisa dia tidak mengenaliku? Apakah dia lupa padaku?
Narator: Dayang Sumbi dan Sangkuriang pun berbincang-bincang di dalam gubuk. Mereka saling tertarik satu sama lain. Mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah ibu dan anak yang terpisah.
Sangkuriang: Dayang Sumbi, aku ingin mengatakan sesuatu padamu.
Dayang Sumbi: Apa itu, Sangkuriang?
Sangkuriang: Aku... aku suka padamu. Aku ingin menikahimu.
Dayang Sumbi: (terkejut) Apa? Kamu ingin menikahiku?
Sangkuriang: Ya, aku serius. Aku merasa kamu adalah jodohku. Aku merasa nyaman bersamamu.
Dayang Sumbi: (bimbang) Tapi, kita baru saja bertemu. Kamu tidak tahu apa-apa tentangku.
Sangkuriang: Itu tidak masalah. Yang penting kita saling mencintai. Aku yakin kita bisa bahagia bersama.
Dayang Sumbi: (berpikir) Aku juga mencintainya. Tapi, dia adalah anakku. Ini tidak benar. Ini dosa besar.
Narator: Dayang Sumbi pun menolak lamaran Sangkuriang. Dia berharap Sangkuriang akan pergi dan meninggalkannya. Namun, Sangkuriang tidak menyerah. Dia terus memohon dan mendesak Dayang Sumbi untuk menerimanya.
Sangkuriang: Dayang Sumbi, tolong jangan tolak aku. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu.
Dayang Sumbi: Sangkuriang, maafkan aku. Aku tidak bisa menikahimu. Aku sudah memiliki suami.
Sangkuriang: Suami? Siapa suamimu? Di mana dia?
Dayang Sumbi: Suamiku adalah Tumang, anjing hitam yang ada di sini.
Sangkuriang: Tumang? Anjing itu? Kamu bercanda kan?
Dayang Sumbi: Tidak, aku serius. Tumang sebenarnya adalah seorang pangeran yang dikutuk menjadi anjing. Dia adalah suamiku yang sah.
Sangkuriang: (marah) Dasar wanita gila! Kamu berbohong padaku! Kamu menghina perasaanku! Kamu harus membayar mahal atas kebohonganmu ini!
Dayang Sumbi: (takut) Sangkuriang, jangan marah. Jangan lakukan sesuatu yang bodoh.
Kesimpulan
Naskah drama legenda Sangkuriang bahasa Jawa adalah sebuah karya sastra yang mengadaptasi cerita rakyat Jawa Barat tentang kisah cinta terlarang antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi, yang ternyata adalah ibu dan anak. Naskah drama ini dibagi menjadi tiga babak, yaitu babak pertama yang menceritakan pertemuan Dayang Sumbi dan Tumang, babak kedua yang menceritakan perpisahan Dayang Sumbi dan Sangkuriang, dan babak ketiga yang menceritakan pertemuan kembali Dayang Sumbi dan Sangkuriang.
Naskah drama ini memiliki pesan moral bahwa kita harus menghormati hubungan darah yang suci dan tidak melanggar hukum alam. Kita juga harus berhati-hati dengan perbuatan kita, karena bisa berakibat fatal bagi diri kita sendiri dan orang lain. Kita juga harus percaya pada takdir Tuhan yang telah menentukan jodoh kita.
Naskah drama ini juga memiliki nilai budaya yang tinggi, karena menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa Barat di masa lalu, dengan menggunakan bahasa Jawa yang khas dan indah. Naskah drama ini juga menampilkan unsur-unsur mistis dan magis yang kaya, seperti dewa-dewa, kutukan, kekuatan gaib, dan sebagainya.
Naskah drama ini cocok untuk dipentaskan di sekolah-sekolah atau komunitas-komunitas seni, karena memiliki alur cerita yang menarik dan mengharukan, serta dialog-dialog yang hidup dan bermakna. Naskah drama ini juga bisa menjadi sarana untuk melestarikan cerita rakyat dan budaya Jawa Barat yang kaya dan indah. ca3e7ad8fd